pengendalian hama lalat buah dengan protein
APLIKASI PROTEIN ATRAKTAN UNTUK MENGENDALIKAN HAMA
LALAT BUAH PADA TANAMAN CABAI
Muhammad Ridwan, Andi Dirham Nasruddin, Nurias Dosen Pembimbing: Dr. Ir. Andi Nasruddin, MSc Universitas Hasanuddin
ABSTRAK
Cabai merupakan komoditas hortikultura yang bernilai ekonomis tinggi. Dalam pembudidayaannya tanaman cabai dapat terserang oleh berbagai jenis hama yang menurunkan hasil secara signifikan, salah satunya lalat buah. Untuk mengendalikan lalat buah secara efektif dan aman, maka digunakan zat penarik yang disebut protein atraktan. Protein atraktan hidrolisat tersebut merupakan senyawa kimia yang dihasilkan oleh serangga betina pada saat siap kawin untuk menarik serangga jantan. Komunikasi lewat protein atraktan umum ditemukan pada serangga, termasuk pada lalat buah. Protein atraktan dihasilkan oleh kelenjar protein atraktan dan dikeluarkan melalui segmen ke-4 dan ke-5 dari abdomen serangga betina. Senyawa protein atraktan mengandung alkohol, aldehid, dan metil eugenol. Senyawa yang dihasilkan bersifat spesifik sehingga reseptor yang dipunyai spesifik pula. Setelah sampai di antena serangga target, informasi mengenai keberadaan senyawa protein atraktan tersebut diteruskan ke otak melalui sel saraf dan dari otak melalui sel saraf juga informasi tersebut dikirim ke sel organ penerima. Cara pengaplikasiannya dengan memasang perangkap disetiap bedengan tanaman cabai dengan ketinggian yang bervariasi yaitu 50, 75, dan 100 cm dari permukaan tanah, perangkap terdiri dari plastic dengan warna yang berbeda, yaitu putih, biru, kuning, dan merah yang diolesi dengan “Super King Glue” yang merupakan campuran antara protein atraktan dan perekat. Pengamatan dilakukan lima kali dengan interval 24 jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perangkap dengan ketinggian 50 cm dengan warna putih adalah yang paling menarik untuk lalat buah diikuti oleh warna kuning dengan ketinggian 50 cm. Kata Kunci : Cabai, Hidrolisat, Lalat Buah, Pengendalian, Protein atraktan A. PENDAHULUAN 1. Latar belakang Tanaman cabai merah termasuk tanaman semusim yang tergolong ke dalam suku Solonaceae. Buah cabai sangat digemari karena memilki rasa pedas dan dapat merangsang selera makan. Selain itu, buah cabai memiliki banyak kandungan gizi dan vitamin, diantaranya kalori, protein, lemak, karbohidrat, kalsium, vitamin A, B1 dan vitamin C. Dengan semakin meningkatnya kebutuhan cabe baik untuk rumah tangga maupun industri dan sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan pengembangan industri olahan, maka, peluang pengembangan usaha agribisnis cabe sangat terbuka luas. Usaha peningkatan produksi cabe yang sekaligus meningkatkan pendapatan petani, dapat dilakukan sejak budidaya sampai penanganan pasca panen yang baik dan benar. Salah satu langkah terpenting dalam perbaikan teknik budidaya adalah pemilihan varietas cabai hibrida yang akan dibudidayakan (Prayudi, 2010). Lalat buah merupakan hama yang sangat merusak tanaman dari jenis tanaman hortikultura khususnya tanaman buah-buahan dan sayuran dan saat ini menjadi isu nasional juga menjadi faktor pembatas perdagangan (trade barrier). Gejala pada buah yang terserang biasanya terdapat lubang kecil di bagian tengah kulitnya. Serangan lalat buah ditemukan terutama pada buah yang hampir masak. Gejala awal ditandai dengan noda/titik bekas tusukan ovipositor (alat peletak telur) lalat betina saat meletakkan telur ke dalam buah, periode telur 1-20 hari. Larva (ulat) berwarna putih ke kuningan menggali daging buah dan sering di ikuti dengan masuknya bakteri dan jamur sehingga buah cabai mengalami pembusukan dengan cepat dan buah yang telah terserang akan berjatuhan di tanah. Periode ulat 6-35 hari, selanjutnya larva (ulat) akan jatuh ke tanah dan masuk pada periode pupa (10-12 hari). Imago (Serangga Dewasa) dapat bermigrasi sejauh 5-100 km, Lalat buah aktif terbang pada jam 06.00-09.00 pagi atau sore hari jam 15.00-18.00 (Fletcher, 1989). Kerugian yang disebabkan oleh hama ini mencapai 30-60%. Berbagai upaya pengendalian lalat buah telah dilakukan antara lain : tradisional, kimiawi, umpan protein, atraktan, maupun penggunaan teknik jantan mandul. Secara mekanis dilakukan dengan cara membungkus buah antara lain dengan kantong plastik dan daun kelapa. Alternatif pengendalian di Indonesia yang mempunyai prospek dikembangkan adalah penggunaan protein, agen hayati dan atraktan (Iwashi et al., 1999). 2. Rumusan Masalah 1. Apakah ketinggian perangkap mempengaruhi jumlah lalat buah yang tertangkap? 2. Apakah warna perangkap mempengaruhi jumlah lalat buah yang terperangkap? 3. Kombinasi ketinggian dan warna perangkap yang mana yang paling efektif untuk menangkap lalat buah pada tanaman cabai? 3. Tujuan dan Manfaat Tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1. Ketinggian perangkap yang terbaik untuk menangkap lalat buah. 2. Warna perangkap yang terbaik untuk menangkap lalat buah. 3. Kombinasi antara ketinggian dan warna perangkap yang terbaik untuk menangkap lalat buah. Manfaat dari hasil penelitian ini yaitu rancangan perangkap dengan ketinggian dan warna yang paling efektif menangkap lalat buah dapat digunakan oleh petani untuk menurunkan populasi lalat buah pada pertanaman cabainya. B. TINJAUAN PUSTAKA Cabai besar (Capsicum Annum L.) merupakan komoditas hortikultura yang banyak dibudidayakan di Indonesia. Cabai besar dapat tumbuh pada dataran tinggi sekitar 2000 meter dari permukaan laut atau pegunungan dan tumbuh pada suhu 24 - 27oc. Cabai jenis ini termasuk tanaman semusim, tanaman ini berbentuk perdu atau setengah perdu mempunyai perakaran yang agak menyebar, daunnya berbentuk oval dan ujungnya runcing, bunganya berwarna putih. Struktur cabai besar terdiri atas kulit, daging buah dan di dalamnya terdapat sebuah plasenta (tempat menempelnya biji cabai), buah cabai banyak mengandung karotein,vitamin A dan vitamin C (Rahmat, 1994). Menurut Huderi (2010), cabai merah atau lombok adalah buah dan tumbuhan anggota dari genus Capsicum, buahnya dapat dapat digolongkan sebagai sayuran maupun bumbu, tergantung bagaimna penggunaannya. sebagai bumbu, buah cabai besar yang pedas sangat popular di Asia Tenggara. Hama lalat buah (fruit fly) khususnya dari jenis Bactrocera sp. (Diptera: Tephritidae) merupakan salah satu serangga hama penting tanaman hortikultura di daerah tropis dan subtropis. Bactrocera sp. saat ini sudah tersebar hampir di seluruh kawasan Asia Pasifik dan memiliki lebih dari 26 jenis tanaman inang, beberapa diantaranya adalah belimbing dan jambu biji (Sunarno, 2011). Lalat buah yang telah tersebar itu dapat mengakibatkan kerusakan secara kuantitatif dan kualitatif pada buah. Kerusakan kuantitatif yaitu diindikasikan dengan jatuhnya buah muda yang terserang dan secara kualitatif yaitu buah menjadi busuk dan berisi belatung (Kardinan, 2003). Ciri-ciri penting pada hama lalat buah, mencakup ciri-ciri kepala yang terdiri dari antena, mata dan bercak pada muka biasa disebut dengan facial spot. Bagian penting lain pada lalat buah adalah dorsum toraks yang terdiri dari dua bagian yaitu terminologi skutum atau mesonotum (dorsum toraks atas) Dan 6 skutelum (dorsum toraks bawah). Sayap pada lalat buah ditandai dengan bentuk pola pada pembuluh sayap, yaitu costa (pembuluh sayap sisi anterior), anal (pembuluh sayap sisi posterior), cubitus (pembuluh sayap utama), median (pembuluh sayap tengah), radius (pembuluh sayap radius), pembuluh sayap melintang. Bagian terpenting terakhir adalah bagian abdomen, abdomen lalat buah terdiri dari ruas-ruas (tergites). Dilihat dari sisi dorsum, pada abdomen akan terlihat batas antarruas (tergit). Untuk genus Bactrocera, ruas-ruas pada abdomen terpisah (Siwi et al. 2006). Menurut Kardinan (2003), pengendalian lalat buah dengan cara kimia yang menggunakan insektisida tergolong sulit dan berbahaya sebab dapat meninggalkan residu pada buah atau jaringan buah dan tentunya sangat berbahaya bagi mahluk hidup terutama manusia dan hewan serta lingkunganleh sebab itu pengendalian lalat buah harus dilakukan dengan tepat agar biayanya rendah namun efektifitasnya tinggi dan aman bagi lingkungan. Telah banyak usaha untuk mengatasi serangan lalat buah diantaranya dengan teknnik jantan mandul (SIT), umpan protein (BAT), atraktan dan insektisida. Alternatif pengendalian di Indonesia yang mempunyai prospek untuk dikembangkan adalah penggunaan atraktan (Epsky dan Heath, 1998; Manrakhan dan Price, 1999; Bueno dan Jones, 2002; Gopaul dan Price, 2002; Rouse et al., 2005). Atraktan merupakan salah satu alat untuk memantau populasi hama dan sekaligus dapat digunakan untuk menekan populasi Bactrocera spp. (Bueno dan Jones, 2002; Michaud, 2003). Sumber protein yang masih banyak digunakan di dunia sebagai pemikat lalat buah adalah protein hidrolisat yang harganya sangat mahal (Gopaul dan Price, 2002). C. METODE PENELITIAN 1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin, Makassar mulai tanggal 27 Juli 2015 sampai 2 Agustus 2015. 2. Pembuatan perangkap Perangkap terbuat dari potongan map plastic dengan ukuran panjang 20 cm dan lebar 12 cm yang diselipkan pada salah satu ujung dari tiang bambu yang telah dibelah dan ujung lain dari tiang bambu tersebut ditancapkan dalam tanah. Tiang bamboo tersebut terbuat dari bamboo yang dibelah empat. Setiap potongan plastic tersebut ditutupi dengan kantong plastic dengan ukuran yang sesuai dengan ukuran potongan plastic tersebut, sehingga tidak terjadi kerutan. Kantong plastic tersebut kemudian diolesi dengan perekat “Super King Glue” yang dibeli dari took tani secara merta dengan menggunakan kuas cat. 3. Pemasangan perangkap Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan rancangan faktorial dengan acak kelompok dengan dua factor, yaitu ketinggian dan warna perangkap. Faktor ketinggian terdiri dari tiga level yaitu 50, 75, dan 100 cm. Sedangkan faktor warna terdiri dari empat level, yaitu putih, biru, kuning, dan merah. Dengan demikian terdapat 12 kombinasi perlakuan dan setiap kombinasi perlakuan terdiri dari tiga ulangan, sehingga terdapat total 36 perangkap digunakan dalam percobaan ini. Setiap ulangan (kelompok) terdiri dari 12 perangkap yang ditempatkan secara acak pada pertanaman cabai dengan jarak antar perangkap 1 m. 4. Pengamatan perangkap Pengamatan dilakukan setiap 24 jam selama lima hari dengan menghitung jumlah lalat buah dewasa yang terperangkap pada setiap perangkap. Setelah dihitung lalat buah tersebut lalu dikoleksi dalam botol yang berisi alcohol 70% untuk dibawa ke laboratorium “Hubungan Serangga dan Penyakit Tanaman” Fakultas Pertanian Unhas untuk diidentifikasi. Setiap kali pengamatan selesai dilakukan, maka kantong pelastik pada perangkap diganti dengan yang baru, lalu diolesi dengan “Super King Glue’ seperti yang telah dijelaskan di sebelumnya. 5. Analisis Data Data jumlah lalat buah yang terperangkap pada setiap perangkap dianalisis dengan menggunakan analisis sidik ragam (ANOVA). Jika terdapat perbedaan nyata, maka uji lanjut dilakukan untuk membandingkan rata-rata perlakuan dengan menggunakan BNJ pada taraf 0,05. D. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil 1. a. Identifikasi Lalat Buah Hasil identifikasi lalat buah yang terperangkap selama penelitian dilakukan menunjukkan bahwa lalat buah yang menyerang cabai adalah Bactrocera dorsalis. Adapun ciri-ciri penting lalat buah, mencakup ciri-ciri kepala yang terdiri dari antena, mata dan bercak pada muka biasa disebut dengan facial spot. Bagian penting lain pada lalat buah adalah dorsum toraks yang terdiri dari dua bagian yaitu terminologi skutum atau mesonotum (dorsum toraks atas) dan skutelum (dorsum toraks bawah). Sayap pada lalat buah ditandai dengan bentuk pola pembuluh sayap, yaitu costa (pembuluh sayap sisi anterior), anal (pembuluh sayap sisi posterior), cubitus (pembuluh sayap utama), median (pembuluh sayap tengah), radius (pembuluh sayap radius), pembuluh sayap melintang. Bagian penting terakhir adalah abdomen, abdomen lalat buah terdiri dari ruas-ruas (tergites). Dilihat dari sisi dorsum, pada abdomen akan terlihat batas antarruas (tergit). Untuk genus Bactrocera, ruas-ruas pada abdomen terpisah (Siwi et al. 2006). 1. b. Ketinggian Perangkap Gambar 1. Rata-rata jumlah lalat buah dewasa yang terperangkap pada per hari pada perangkap dengan warna yang berbeda pada ketinggian 50 cm (a), 75 cm (b), dan 100 cm (c). Jumlah lalat buah dewasa yang terperangkap pada ketinggian 50 cm berbeda berdasarkan warna perangkap (Gambar 1a). Tangkapan tertinggi ditemukan pada perangkap berwarna putih dengan tangkapan 22 ekor per hari diikuti oleh warna kuning, biru dan merah masing-masing 17, 13, dan 8 ekor per perangkap. Jumlah lalat buah dewasa yang terperangkap pada ketinggian 75 cm berbeda berdasarkan warna perangkap (Gambar 1b). Tangkapan tertinggi ditemukan pada perangkap berwarna putih dan kuning dengan rata-rata tangkapan 13,7 ekor per hari diikuti oleh warna biru dan merah masing-masing 11,6 dan 12,7 ekor per perangkap. Jumlah lalat buah dewasa yang terperangkap pada ketinggian 100 cm berbeda berdasarkan warna perangkap (Gambar 1c). Tangkapan tertinggi ditemukan pada perangkap berwarna kuning dengan rata-rata tangkapan 5,1 ekor lalu diikuti oleh warna biru, merah dan putih dengan rata-rata tangkapan merah masing-masing 3,9, 3,2, dan 2,8 ekor per perangkap. 1. c. Warna Perangkap Gambar 2. Rata-rata jumlah lalat buah dewasa yang terperangkap pada per hari pada perangkap warna putih dengan ketinggian berbeda (a), biru dengan ketinggian berbeda (b), kuning dengan ketinggian berbeda (c), dan merah dengan ketinggian berbeda (d). Jumlah lalat buah dewasa yang terperangkap pada perangkap warna putih berbeda berdasarkan ketinggian perangkap (Gambar 2a). Tangkapan tertinggi ditemukan pada perangkap dengan ketinggian 75 cm dengan rata-rata tangkapan 17 ekor lalu diikuti oleh ketinggian 50 cm dan 100 cm dengan rata-rata tangkapan masing-masing 13,9, dan 4,2 ekor per perangkap. Jumlah lalat buah dewasa yang terperangkap pada perangkap warna biru berbeda berdasarkan ketinggian perangkap (Gambar 2b). Tangkapan tertinggi ditemukan pada perangkap dengan ketinggian 100 cm dengan rata-rata tangkapan 23 ekor lalu diikuti oleh ketinggian 75 cm dan 50 cm dengan rata-rata tangkapan masing-masing 22, dan 17 ekor per perangkap. Jumlah lalat buah dewasa yang terperangkap pada perangkap warna kuning berbeda berdasarkan ketinggian perangkap (Gambar 2c). Tangkapan tertinggi ditemukan pada perangkap dengan ketinggian 100 cm dengan rata-rata tangkapan 23 ekor lalu diikuti oleh ketinggian 75 cm dan 50 cm dengan rata-rata tangkapan masing-masing 22, dan 17 ekor per perangkap. Jumlah lalat buah dewasa yang terperangkap pada perangkap warna merah berbeda berdasarkan ketinggian perangkap (Gambar 2d). Tangkapan tertinggi ditemukan pada perangkap dengan ketinggian 75 cm dengan rata-rata tangkapan 15 ekor lalu diikuti oleh ketinggian 50 cm dan 100 cm dengan rata-rata tangkapan masing-masing 13,8, dan 2.4 ekor per perangkap. 1. d. Kombinasi Ketinggian dan Warna Perangkap Kombinasi perlakuan ketinggian dan warna perangkap mempengaruhi jumlah lalat buah yang tertangkap (Tabel 1). Tabel 1. Rata-rata jumlah lalat buah tertangkap per hari pada perangkap dengan warna dan ketinggian yang berbeda. Perlakuan Rata-rata Jumlah Lalat per perangkap per hari Ketinggian (cm) Warna 50 Putih 31.33d 50 Biru 16.87b 50 Kuning 24.53c 50 Merah 13.8b 75 Putih 17.73b 75 Biru 15.40b 75 Kuning 18.07b 75 Merah 15.00b 100 Putih 4.53a 100 Biru 6.13a 100 Kuning 7.20a 100 Merah 3.00a Angka yang diikuti dengan huruf yang sama dalam kolom tidak berbeda nyata pada taraf 0,05. 2. Pembahasan Berdasarkan hasil di atas, bahwa perangkap yang berwarna putih dan kuning dengan ketinggian 50 cm penangkapannya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan perangkap dengan warna dan ketinggian lain, sedangkan perangkap yang berwarna biru dan merah, pada ketinggian 50 cm, memiliki hasil penangkapan yang tidak jauh beda dengan hasil penangkapan pada semua warna perangkap yang memiliki ketinggian 75 cm. Semua warna pada ketinggian 100 cm memiliki hasil penangkapan yang terendah diantara ketinggian-ketinggian lainnya. Perangkap dengan ketinggian 50 cm memiliki hasil yang tertinggi karena pada ketinggian perangkap tersebut memiliki ketinggian yang sejajar dengan rata-rata ketinggian tanaman cabai, akibatnya aroma protein hidrolisat pada perangkap dapat menarik lalat buah yang baru memasuki fase imago karena pada fase ini, lalat buah membutuhkan banyak protein untuk kematangan seksual untuk memproduksi telurnya. Perangkap dengan ketinggian 75 cm memiliki hasil yang lebih sedikit penangkapan lalat buah dibandingkan dengan perangkap dengan ketinggian 50 cm, karena perangkap ini rata-rata berada di atas ketinggian tanaman cabai. Perangkap dengan ketinggian 100 cm memiliki hasil yang tidak optimal dengan penangkapan lalat buah, karena perangkap dengan ketinggian ini berada jauh di atas tanaman cabai dan otomatis aroma perangkap kurang terdeteksi oleh lalat buah. Kemungkinan penangkapan dari luar. E. PENUTUP 1. Kesimpulan Dari hasil analisis data dapat d simpulkan bahwa : 1. Perangkap yang berwarna putih dan kuning adalah warna yang paling menarik di antara semua warna yang di uji. 2. Ketinggian yang terbaik untuk perangkap lalat buah adalah 50 cm di atas permukaan tanah. 3. Kombinasi perlakuan warna dan ketinggian yang terbaik adalah 50 cm dengan warna putih. 2. Saran Petani dianjurkan memakai perangkap yang berwarna putih dengan ketinggian 50 cm untuk mengendalikan lalat buah pada tanaman cabai. Pengendalian lalat buah secara efektif dan aman bagi alam dan musuh alami dapat di lakukan dengan perangkap dengan protein atraktan berwana putih dengan ketinggian 50 cm dari permukaan tanah. F. DAFTAR PUSTAKA Bueno AM. and O. Jones. 2002. Alternative Methods for Controlling the Olive Fly, Bactrocera oleae, Involving Semiochemical. 2002. IOBC wprs Bulletin. Vol. 25 : 1-11 (2002). Epsky ND. and RR. Heath. 1998. Exploting the Interactions of Chemical and Visual Cues in Behavioral Control Measures for Pest Tephritid Fruit Flies. Florida Entomologist. 81(3) : 273-282 (1998). Fletcher, B. S. 1989. Ekologi, Live History Stategies Of Teshritid Fruit Flies World Crop Pests Amsterdam. Holland. Gopaul S. and NS. Price. 2002. Local Production of Protein Bait for Use in Fruit Fly Monitoring and Control. Indian Ocean Regional Fruit Fly Programme. Huderi. Pengertian Cabai. http://huderi.wordpress.com/tag/pengertian_cabai Diakses pada tanggal 2 Agustus 2015. Iwashi, O. T.S.S. Subazar and S. Sastrodihardjo. 1996. Attractiveness of Methyl eugenol to fruit fly Bactocera carambolae (Diptera: Tephtritidae) in Indonesia. Ann. Entomol. Soc. Am. 89 (5): 653-660. Kardinan A. 2003. Tanaman Pengendali Lalat Buah. Jakarta: AgroMedia Pustaka. Manrakhan A., and NS. Price. 1999. Seasonal Profiles in Production, Fruit Fly Populations and Fly Damage on Mangoes in Mauratius. AMAS, Food and Agriculture Research Council, Reduit, Mauratius. 107-115. Michaud, JP. 2003. Toxicity of Fruit Fly Baits to Beneficial Insects in Citrus. J. of Insect Science. Available online : insectscience.org/3.8 Prayudi, G. 2010. Membudidayakan Tanaman Cabai. http://tipspetani.blogspot.com/2010/04/membudidayakan-tanaman-cabe.html. (Diakses 2 Agustus 2015). Rahmat. 1994. Usaha Tani cabai Hibrida Sistem Mulsa Plastik. Kanisius:Yogyakarta Huderi.Pengertian Cabai. Rouse P., PF. Duyck, S. Quilici and P. Ryckewaert. 2005. Adjustment of Field Cage Methodology for Testing Food Attractants for Friut Flies (Diptera : Tephritidae). Ann. Entomol. Soc. Am. 98(3) : 402-408 (2005). Siwi SS, Hidayat P & Suputa. 2006. Taksonomi dan Bioekologi Lalat Buah Penting di Indonesia (Diptera: Tephritidae). Bogor: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian Sunarno. 2011. Ketertarikan Serangga Hama Lalat Buah terhadap Berbagai Papan Perangkap Berwarna Sebagai Salah Satu Teknik Pengendalian. Jurnal Agroforestr.
Muhammad Ridwan, Andi Dirham Nasruddin, Nurias Dosen Pembimbing: Dr. Ir. Andi Nasruddin, MSc Universitas Hasanuddin
ABSTRAK
Cabai merupakan komoditas hortikultura yang bernilai ekonomis tinggi. Dalam pembudidayaannya tanaman cabai dapat terserang oleh berbagai jenis hama yang menurunkan hasil secara signifikan, salah satunya lalat buah. Untuk mengendalikan lalat buah secara efektif dan aman, maka digunakan zat penarik yang disebut protein atraktan. Protein atraktan hidrolisat tersebut merupakan senyawa kimia yang dihasilkan oleh serangga betina pada saat siap kawin untuk menarik serangga jantan. Komunikasi lewat protein atraktan umum ditemukan pada serangga, termasuk pada lalat buah. Protein atraktan dihasilkan oleh kelenjar protein atraktan dan dikeluarkan melalui segmen ke-4 dan ke-5 dari abdomen serangga betina. Senyawa protein atraktan mengandung alkohol, aldehid, dan metil eugenol. Senyawa yang dihasilkan bersifat spesifik sehingga reseptor yang dipunyai spesifik pula. Setelah sampai di antena serangga target, informasi mengenai keberadaan senyawa protein atraktan tersebut diteruskan ke otak melalui sel saraf dan dari otak melalui sel saraf juga informasi tersebut dikirim ke sel organ penerima. Cara pengaplikasiannya dengan memasang perangkap disetiap bedengan tanaman cabai dengan ketinggian yang bervariasi yaitu 50, 75, dan 100 cm dari permukaan tanah, perangkap terdiri dari plastic dengan warna yang berbeda, yaitu putih, biru, kuning, dan merah yang diolesi dengan “Super King Glue” yang merupakan campuran antara protein atraktan dan perekat. Pengamatan dilakukan lima kali dengan interval 24 jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perangkap dengan ketinggian 50 cm dengan warna putih adalah yang paling menarik untuk lalat buah diikuti oleh warna kuning dengan ketinggian 50 cm. Kata Kunci : Cabai, Hidrolisat, Lalat Buah, Pengendalian, Protein atraktan A. PENDAHULUAN 1. Latar belakang Tanaman cabai merah termasuk tanaman semusim yang tergolong ke dalam suku Solonaceae. Buah cabai sangat digemari karena memilki rasa pedas dan dapat merangsang selera makan. Selain itu, buah cabai memiliki banyak kandungan gizi dan vitamin, diantaranya kalori, protein, lemak, karbohidrat, kalsium, vitamin A, B1 dan vitamin C. Dengan semakin meningkatnya kebutuhan cabe baik untuk rumah tangga maupun industri dan sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan pengembangan industri olahan, maka, peluang pengembangan usaha agribisnis cabe sangat terbuka luas. Usaha peningkatan produksi cabe yang sekaligus meningkatkan pendapatan petani, dapat dilakukan sejak budidaya sampai penanganan pasca panen yang baik dan benar. Salah satu langkah terpenting dalam perbaikan teknik budidaya adalah pemilihan varietas cabai hibrida yang akan dibudidayakan (Prayudi, 2010). Lalat buah merupakan hama yang sangat merusak tanaman dari jenis tanaman hortikultura khususnya tanaman buah-buahan dan sayuran dan saat ini menjadi isu nasional juga menjadi faktor pembatas perdagangan (trade barrier). Gejala pada buah yang terserang biasanya terdapat lubang kecil di bagian tengah kulitnya. Serangan lalat buah ditemukan terutama pada buah yang hampir masak. Gejala awal ditandai dengan noda/titik bekas tusukan ovipositor (alat peletak telur) lalat betina saat meletakkan telur ke dalam buah, periode telur 1-20 hari. Larva (ulat) berwarna putih ke kuningan menggali daging buah dan sering di ikuti dengan masuknya bakteri dan jamur sehingga buah cabai mengalami pembusukan dengan cepat dan buah yang telah terserang akan berjatuhan di tanah. Periode ulat 6-35 hari, selanjutnya larva (ulat) akan jatuh ke tanah dan masuk pada periode pupa (10-12 hari). Imago (Serangga Dewasa) dapat bermigrasi sejauh 5-100 km, Lalat buah aktif terbang pada jam 06.00-09.00 pagi atau sore hari jam 15.00-18.00 (Fletcher, 1989). Kerugian yang disebabkan oleh hama ini mencapai 30-60%. Berbagai upaya pengendalian lalat buah telah dilakukan antara lain : tradisional, kimiawi, umpan protein, atraktan, maupun penggunaan teknik jantan mandul. Secara mekanis dilakukan dengan cara membungkus buah antara lain dengan kantong plastik dan daun kelapa. Alternatif pengendalian di Indonesia yang mempunyai prospek dikembangkan adalah penggunaan protein, agen hayati dan atraktan (Iwashi et al., 1999). 2. Rumusan Masalah 1. Apakah ketinggian perangkap mempengaruhi jumlah lalat buah yang tertangkap? 2. Apakah warna perangkap mempengaruhi jumlah lalat buah yang terperangkap? 3. Kombinasi ketinggian dan warna perangkap yang mana yang paling efektif untuk menangkap lalat buah pada tanaman cabai? 3. Tujuan dan Manfaat Tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1. Ketinggian perangkap yang terbaik untuk menangkap lalat buah. 2. Warna perangkap yang terbaik untuk menangkap lalat buah. 3. Kombinasi antara ketinggian dan warna perangkap yang terbaik untuk menangkap lalat buah. Manfaat dari hasil penelitian ini yaitu rancangan perangkap dengan ketinggian dan warna yang paling efektif menangkap lalat buah dapat digunakan oleh petani untuk menurunkan populasi lalat buah pada pertanaman cabainya. B. TINJAUAN PUSTAKA Cabai besar (Capsicum Annum L.) merupakan komoditas hortikultura yang banyak dibudidayakan di Indonesia. Cabai besar dapat tumbuh pada dataran tinggi sekitar 2000 meter dari permukaan laut atau pegunungan dan tumbuh pada suhu 24 - 27oc. Cabai jenis ini termasuk tanaman semusim, tanaman ini berbentuk perdu atau setengah perdu mempunyai perakaran yang agak menyebar, daunnya berbentuk oval dan ujungnya runcing, bunganya berwarna putih. Struktur cabai besar terdiri atas kulit, daging buah dan di dalamnya terdapat sebuah plasenta (tempat menempelnya biji cabai), buah cabai banyak mengandung karotein,vitamin A dan vitamin C (Rahmat, 1994). Menurut Huderi (2010), cabai merah atau lombok adalah buah dan tumbuhan anggota dari genus Capsicum, buahnya dapat dapat digolongkan sebagai sayuran maupun bumbu, tergantung bagaimna penggunaannya. sebagai bumbu, buah cabai besar yang pedas sangat popular di Asia Tenggara. Hama lalat buah (fruit fly) khususnya dari jenis Bactrocera sp. (Diptera: Tephritidae) merupakan salah satu serangga hama penting tanaman hortikultura di daerah tropis dan subtropis. Bactrocera sp. saat ini sudah tersebar hampir di seluruh kawasan Asia Pasifik dan memiliki lebih dari 26 jenis tanaman inang, beberapa diantaranya adalah belimbing dan jambu biji (Sunarno, 2011). Lalat buah yang telah tersebar itu dapat mengakibatkan kerusakan secara kuantitatif dan kualitatif pada buah. Kerusakan kuantitatif yaitu diindikasikan dengan jatuhnya buah muda yang terserang dan secara kualitatif yaitu buah menjadi busuk dan berisi belatung (Kardinan, 2003). Ciri-ciri penting pada hama lalat buah, mencakup ciri-ciri kepala yang terdiri dari antena, mata dan bercak pada muka biasa disebut dengan facial spot. Bagian penting lain pada lalat buah adalah dorsum toraks yang terdiri dari dua bagian yaitu terminologi skutum atau mesonotum (dorsum toraks atas) Dan 6 skutelum (dorsum toraks bawah). Sayap pada lalat buah ditandai dengan bentuk pola pada pembuluh sayap, yaitu costa (pembuluh sayap sisi anterior), anal (pembuluh sayap sisi posterior), cubitus (pembuluh sayap utama), median (pembuluh sayap tengah), radius (pembuluh sayap radius), pembuluh sayap melintang. Bagian terpenting terakhir adalah bagian abdomen, abdomen lalat buah terdiri dari ruas-ruas (tergites). Dilihat dari sisi dorsum, pada abdomen akan terlihat batas antarruas (tergit). Untuk genus Bactrocera, ruas-ruas pada abdomen terpisah (Siwi et al. 2006). Menurut Kardinan (2003), pengendalian lalat buah dengan cara kimia yang menggunakan insektisida tergolong sulit dan berbahaya sebab dapat meninggalkan residu pada buah atau jaringan buah dan tentunya sangat berbahaya bagi mahluk hidup terutama manusia dan hewan serta lingkunganleh sebab itu pengendalian lalat buah harus dilakukan dengan tepat agar biayanya rendah namun efektifitasnya tinggi dan aman bagi lingkungan. Telah banyak usaha untuk mengatasi serangan lalat buah diantaranya dengan teknnik jantan mandul (SIT), umpan protein (BAT), atraktan dan insektisida. Alternatif pengendalian di Indonesia yang mempunyai prospek untuk dikembangkan adalah penggunaan atraktan (Epsky dan Heath, 1998; Manrakhan dan Price, 1999; Bueno dan Jones, 2002; Gopaul dan Price, 2002; Rouse et al., 2005). Atraktan merupakan salah satu alat untuk memantau populasi hama dan sekaligus dapat digunakan untuk menekan populasi Bactrocera spp. (Bueno dan Jones, 2002; Michaud, 2003). Sumber protein yang masih banyak digunakan di dunia sebagai pemikat lalat buah adalah protein hidrolisat yang harganya sangat mahal (Gopaul dan Price, 2002). C. METODE PENELITIAN 1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin, Makassar mulai tanggal 27 Juli 2015 sampai 2 Agustus 2015. 2. Pembuatan perangkap Perangkap terbuat dari potongan map plastic dengan ukuran panjang 20 cm dan lebar 12 cm yang diselipkan pada salah satu ujung dari tiang bambu yang telah dibelah dan ujung lain dari tiang bambu tersebut ditancapkan dalam tanah. Tiang bamboo tersebut terbuat dari bamboo yang dibelah empat. Setiap potongan plastic tersebut ditutupi dengan kantong plastic dengan ukuran yang sesuai dengan ukuran potongan plastic tersebut, sehingga tidak terjadi kerutan. Kantong plastic tersebut kemudian diolesi dengan perekat “Super King Glue” yang dibeli dari took tani secara merta dengan menggunakan kuas cat. 3. Pemasangan perangkap Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan rancangan faktorial dengan acak kelompok dengan dua factor, yaitu ketinggian dan warna perangkap. Faktor ketinggian terdiri dari tiga level yaitu 50, 75, dan 100 cm. Sedangkan faktor warna terdiri dari empat level, yaitu putih, biru, kuning, dan merah. Dengan demikian terdapat 12 kombinasi perlakuan dan setiap kombinasi perlakuan terdiri dari tiga ulangan, sehingga terdapat total 36 perangkap digunakan dalam percobaan ini. Setiap ulangan (kelompok) terdiri dari 12 perangkap yang ditempatkan secara acak pada pertanaman cabai dengan jarak antar perangkap 1 m. 4. Pengamatan perangkap Pengamatan dilakukan setiap 24 jam selama lima hari dengan menghitung jumlah lalat buah dewasa yang terperangkap pada setiap perangkap. Setelah dihitung lalat buah tersebut lalu dikoleksi dalam botol yang berisi alcohol 70% untuk dibawa ke laboratorium “Hubungan Serangga dan Penyakit Tanaman” Fakultas Pertanian Unhas untuk diidentifikasi. Setiap kali pengamatan selesai dilakukan, maka kantong pelastik pada perangkap diganti dengan yang baru, lalu diolesi dengan “Super King Glue’ seperti yang telah dijelaskan di sebelumnya. 5. Analisis Data Data jumlah lalat buah yang terperangkap pada setiap perangkap dianalisis dengan menggunakan analisis sidik ragam (ANOVA). Jika terdapat perbedaan nyata, maka uji lanjut dilakukan untuk membandingkan rata-rata perlakuan dengan menggunakan BNJ pada taraf 0,05. D. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil 1. a. Identifikasi Lalat Buah Hasil identifikasi lalat buah yang terperangkap selama penelitian dilakukan menunjukkan bahwa lalat buah yang menyerang cabai adalah Bactrocera dorsalis. Adapun ciri-ciri penting lalat buah, mencakup ciri-ciri kepala yang terdiri dari antena, mata dan bercak pada muka biasa disebut dengan facial spot. Bagian penting lain pada lalat buah adalah dorsum toraks yang terdiri dari dua bagian yaitu terminologi skutum atau mesonotum (dorsum toraks atas) dan skutelum (dorsum toraks bawah). Sayap pada lalat buah ditandai dengan bentuk pola pembuluh sayap, yaitu costa (pembuluh sayap sisi anterior), anal (pembuluh sayap sisi posterior), cubitus (pembuluh sayap utama), median (pembuluh sayap tengah), radius (pembuluh sayap radius), pembuluh sayap melintang. Bagian penting terakhir adalah abdomen, abdomen lalat buah terdiri dari ruas-ruas (tergites). Dilihat dari sisi dorsum, pada abdomen akan terlihat batas antarruas (tergit). Untuk genus Bactrocera, ruas-ruas pada abdomen terpisah (Siwi et al. 2006). 1. b. Ketinggian Perangkap Gambar 1. Rata-rata jumlah lalat buah dewasa yang terperangkap pada per hari pada perangkap dengan warna yang berbeda pada ketinggian 50 cm (a), 75 cm (b), dan 100 cm (c). Jumlah lalat buah dewasa yang terperangkap pada ketinggian 50 cm berbeda berdasarkan warna perangkap (Gambar 1a). Tangkapan tertinggi ditemukan pada perangkap berwarna putih dengan tangkapan 22 ekor per hari diikuti oleh warna kuning, biru dan merah masing-masing 17, 13, dan 8 ekor per perangkap. Jumlah lalat buah dewasa yang terperangkap pada ketinggian 75 cm berbeda berdasarkan warna perangkap (Gambar 1b). Tangkapan tertinggi ditemukan pada perangkap berwarna putih dan kuning dengan rata-rata tangkapan 13,7 ekor per hari diikuti oleh warna biru dan merah masing-masing 11,6 dan 12,7 ekor per perangkap. Jumlah lalat buah dewasa yang terperangkap pada ketinggian 100 cm berbeda berdasarkan warna perangkap (Gambar 1c). Tangkapan tertinggi ditemukan pada perangkap berwarna kuning dengan rata-rata tangkapan 5,1 ekor lalu diikuti oleh warna biru, merah dan putih dengan rata-rata tangkapan merah masing-masing 3,9, 3,2, dan 2,8 ekor per perangkap. 1. c. Warna Perangkap Gambar 2. Rata-rata jumlah lalat buah dewasa yang terperangkap pada per hari pada perangkap warna putih dengan ketinggian berbeda (a), biru dengan ketinggian berbeda (b), kuning dengan ketinggian berbeda (c), dan merah dengan ketinggian berbeda (d). Jumlah lalat buah dewasa yang terperangkap pada perangkap warna putih berbeda berdasarkan ketinggian perangkap (Gambar 2a). Tangkapan tertinggi ditemukan pada perangkap dengan ketinggian 75 cm dengan rata-rata tangkapan 17 ekor lalu diikuti oleh ketinggian 50 cm dan 100 cm dengan rata-rata tangkapan masing-masing 13,9, dan 4,2 ekor per perangkap. Jumlah lalat buah dewasa yang terperangkap pada perangkap warna biru berbeda berdasarkan ketinggian perangkap (Gambar 2b). Tangkapan tertinggi ditemukan pada perangkap dengan ketinggian 100 cm dengan rata-rata tangkapan 23 ekor lalu diikuti oleh ketinggian 75 cm dan 50 cm dengan rata-rata tangkapan masing-masing 22, dan 17 ekor per perangkap. Jumlah lalat buah dewasa yang terperangkap pada perangkap warna kuning berbeda berdasarkan ketinggian perangkap (Gambar 2c). Tangkapan tertinggi ditemukan pada perangkap dengan ketinggian 100 cm dengan rata-rata tangkapan 23 ekor lalu diikuti oleh ketinggian 75 cm dan 50 cm dengan rata-rata tangkapan masing-masing 22, dan 17 ekor per perangkap. Jumlah lalat buah dewasa yang terperangkap pada perangkap warna merah berbeda berdasarkan ketinggian perangkap (Gambar 2d). Tangkapan tertinggi ditemukan pada perangkap dengan ketinggian 75 cm dengan rata-rata tangkapan 15 ekor lalu diikuti oleh ketinggian 50 cm dan 100 cm dengan rata-rata tangkapan masing-masing 13,8, dan 2.4 ekor per perangkap. 1. d. Kombinasi Ketinggian dan Warna Perangkap Kombinasi perlakuan ketinggian dan warna perangkap mempengaruhi jumlah lalat buah yang tertangkap (Tabel 1). Tabel 1. Rata-rata jumlah lalat buah tertangkap per hari pada perangkap dengan warna dan ketinggian yang berbeda. Perlakuan Rata-rata Jumlah Lalat per perangkap per hari Ketinggian (cm) Warna 50 Putih 31.33d 50 Biru 16.87b 50 Kuning 24.53c 50 Merah 13.8b 75 Putih 17.73b 75 Biru 15.40b 75 Kuning 18.07b 75 Merah 15.00b 100 Putih 4.53a 100 Biru 6.13a 100 Kuning 7.20a 100 Merah 3.00a Angka yang diikuti dengan huruf yang sama dalam kolom tidak berbeda nyata pada taraf 0,05. 2. Pembahasan Berdasarkan hasil di atas, bahwa perangkap yang berwarna putih dan kuning dengan ketinggian 50 cm penangkapannya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan perangkap dengan warna dan ketinggian lain, sedangkan perangkap yang berwarna biru dan merah, pada ketinggian 50 cm, memiliki hasil penangkapan yang tidak jauh beda dengan hasil penangkapan pada semua warna perangkap yang memiliki ketinggian 75 cm. Semua warna pada ketinggian 100 cm memiliki hasil penangkapan yang terendah diantara ketinggian-ketinggian lainnya. Perangkap dengan ketinggian 50 cm memiliki hasil yang tertinggi karena pada ketinggian perangkap tersebut memiliki ketinggian yang sejajar dengan rata-rata ketinggian tanaman cabai, akibatnya aroma protein hidrolisat pada perangkap dapat menarik lalat buah yang baru memasuki fase imago karena pada fase ini, lalat buah membutuhkan banyak protein untuk kematangan seksual untuk memproduksi telurnya. Perangkap dengan ketinggian 75 cm memiliki hasil yang lebih sedikit penangkapan lalat buah dibandingkan dengan perangkap dengan ketinggian 50 cm, karena perangkap ini rata-rata berada di atas ketinggian tanaman cabai. Perangkap dengan ketinggian 100 cm memiliki hasil yang tidak optimal dengan penangkapan lalat buah, karena perangkap dengan ketinggian ini berada jauh di atas tanaman cabai dan otomatis aroma perangkap kurang terdeteksi oleh lalat buah. Kemungkinan penangkapan dari luar. E. PENUTUP 1. Kesimpulan Dari hasil analisis data dapat d simpulkan bahwa : 1. Perangkap yang berwarna putih dan kuning adalah warna yang paling menarik di antara semua warna yang di uji. 2. Ketinggian yang terbaik untuk perangkap lalat buah adalah 50 cm di atas permukaan tanah. 3. Kombinasi perlakuan warna dan ketinggian yang terbaik adalah 50 cm dengan warna putih. 2. Saran Petani dianjurkan memakai perangkap yang berwarna putih dengan ketinggian 50 cm untuk mengendalikan lalat buah pada tanaman cabai. Pengendalian lalat buah secara efektif dan aman bagi alam dan musuh alami dapat di lakukan dengan perangkap dengan protein atraktan berwana putih dengan ketinggian 50 cm dari permukaan tanah. F. DAFTAR PUSTAKA Bueno AM. and O. Jones. 2002. Alternative Methods for Controlling the Olive Fly, Bactrocera oleae, Involving Semiochemical. 2002. IOBC wprs Bulletin. Vol. 25 : 1-11 (2002). Epsky ND. and RR. Heath. 1998. Exploting the Interactions of Chemical and Visual Cues in Behavioral Control Measures for Pest Tephritid Fruit Flies. Florida Entomologist. 81(3) : 273-282 (1998). Fletcher, B. S. 1989. Ekologi, Live History Stategies Of Teshritid Fruit Flies World Crop Pests Amsterdam. Holland. Gopaul S. and NS. Price. 2002. Local Production of Protein Bait for Use in Fruit Fly Monitoring and Control. Indian Ocean Regional Fruit Fly Programme. Huderi. Pengertian Cabai. http://huderi.wordpress.com/tag/pengertian_cabai Diakses pada tanggal 2 Agustus 2015. Iwashi, O. T.S.S. Subazar and S. Sastrodihardjo. 1996. Attractiveness of Methyl eugenol to fruit fly Bactocera carambolae (Diptera: Tephtritidae) in Indonesia. Ann. Entomol. Soc. Am. 89 (5): 653-660. Kardinan A. 2003. Tanaman Pengendali Lalat Buah. Jakarta: AgroMedia Pustaka. Manrakhan A., and NS. Price. 1999. Seasonal Profiles in Production, Fruit Fly Populations and Fly Damage on Mangoes in Mauratius. AMAS, Food and Agriculture Research Council, Reduit, Mauratius. 107-115. Michaud, JP. 2003. Toxicity of Fruit Fly Baits to Beneficial Insects in Citrus. J. of Insect Science. Available online : insectscience.org/3.8 Prayudi, G. 2010. Membudidayakan Tanaman Cabai. http://tipspetani.blogspot.com/2010/04/membudidayakan-tanaman-cabe.html. (Diakses 2 Agustus 2015). Rahmat. 1994. Usaha Tani cabai Hibrida Sistem Mulsa Plastik. Kanisius:Yogyakarta Huderi.Pengertian Cabai. Rouse P., PF. Duyck, S. Quilici and P. Ryckewaert. 2005. Adjustment of Field Cage Methodology for Testing Food Attractants for Friut Flies (Diptera : Tephritidae). Ann. Entomol. Soc. Am. 98(3) : 402-408 (2005). Siwi SS, Hidayat P & Suputa. 2006. Taksonomi dan Bioekologi Lalat Buah Penting di Indonesia (Diptera: Tephritidae). Bogor: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian Sunarno. 2011. Ketertarikan Serangga Hama Lalat Buah terhadap Berbagai Papan Perangkap Berwarna Sebagai Salah Satu Teknik Pengendalian. Jurnal Agroforestr.
Komentar
Posting Komentar