cendawan entomopatogen pada tanaman cabai.blogspot.com
CENDAWAN ENTOMOPATOGEN

Disusun Oleh :
Nama :
Muh Ridwan
Nim :
G111 14 504
PROGRAM
STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
RINGKASAN
Cabai
merupakan komoditas tanaman hortikultura yang menjadi primadona untuk ditanaman
dikalangan petani, selain digunakan sebagai bahan masakan cabe juga digunakan
untuk keperluan indutri dan untuk impor. Permintaan akan buah cabe tiap
tahunnya terus meningkat, akan tetapi permintaan tersebut kurang mampu dipenuhi
oleh petani cabe, yang menjadi hambatan petani untuk meningkatkan produksi buah
cabai adalah serangan Hama Lalat Buah. Kehilangan hasil akibat serangannya dapat
mencapai 100 % apabila tidak dikendalikan dengan baik. Pengendalian yang sering
dilakukan oleh petani yaitu dengan cara menyemprot menggunakan pestisida, hal
tersebut sangat kurang efektif karena selain dapat mematikan organisme yang
lain juga dapat meninggalkan residu bagi tanaman yang berdampak negative bagi
kesehatan. Utuk itu perlu diadakannya pengendalian secara terpadu, selain untuk
meningkatkan produtivitas juga dapat mengurangi kematian mikroorganisme lain
dan buah cabai aman untuk dikomsumsi. Salah satu jenis pengendalian yang akan
kami tawarkan yaitu penggunaan perangkap yang dikombinasikan dengan warna,
ketinggian dan penggunaan cendawan entomopatogen serta penggunaan mulsa pada
areal pertanaman cabe untuk dapat mengendalikan
serangan Hama Lalat buah. Metodologi yang diguanakan terdiri dari
pembuatan perangkap, pemasangan mulsa pada pertanaman cabe, serta
pengaplikasian cendwan entomopatogen pada perangkap yang diharapkan antara
penggunaan perangkap, mulsa, dan cendawan entomopatogen dapat menekan intesitas
serangan Hama Lalat Buah dan dapat meningkatkan produktivitas buah cabe.
Kata
Kunci : cabai, perangkap, warna, ketinggian, mulsa, cendawan entomopatogen.
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1
LATAR
BELAKANG
Letak geografis yang strategis menunjukkan betapa kaya
Indonesia akan sumber daya alam dengan segala flora, fauna dan potensi
hidrografis dan deposit sumber alamnya yang melimpah. Sumber daya alam
Indonesia berasal dari pertanian, kehutanan, kelautan dan perikanan,
peternakan, perkebunan serta pertambangan dan energi.
Sebagai Negara agraris, pertanian menjadi mata pencaharian
terpenting bagi sebagian besar rakyat Indonesia. Luas lahan pertanian lebih
kurang 82, 71 % dari seluruh luas lahan. Lahan tersebut sebagian besar digunakan
untuk areal persawahan Kementrian Pertanian, 2010)
Cabai (Capsicum
Annum) merupakan salah satu komoditas atau tanaman hortikultura yang memiliki
nilai ekonomi penting di Indonesia, karena buahnya selain dijadikan sayuran
atau bumbu masak juga mempunyai kapasitas menaikkan pendapatan petani, sebagai
bahan baku industri, memiliki peluang eksport, membuka kesempatan kerjaserta
sebagai sumber vitamin C.
Cabai dikenal di
seluruh dunia dan digunakan secara meluas dibanyak negara karena peranannya yang penting didalam
masakan. Disamping itu tanaman cabai (Capsicum
spp) merupakan tanaman sayuran utama yang ditanam secara meluas di negara-negara
Asia Tengara seperti Indonesia, Malaysia, Thailand dan negara Asia lainnya seperti India, Korea dan
Cina (Vos, 1994).
Seperti halnya
tanaman budidaya yang lain pengusahaan tanaman cabai yang intensif dan meliputi
areal yang luas ini telah menimbulkan perkembangan beberapa jenis hama,
sehingga mengakibatkan masalah yang cukup meresahkan. Hama dan penyakit merupakan
pembatas produksi utama. Hama-hama yang
penting pada tanaman cabai antara lain Apis (Aphisgossypii Sulz) (Homoptera, Aphididae), Thrips (Thrips parvispinus Karny) (Thysanoptera;
Thrips) dan lalat buah cabai (Dacus
dorsalis Hend) (Diptera; Tephritidae) (Setiadi, 1990, Mudjiono, dkk. 1991).
Lalat buah
(Diptera: Tephritidae) merupakan hama penting pada tanaman hortikultura di
dunia. Lebih dari seratus (100) jenis tanaman hortikultura menjadi sasaran
serangannya. Pada populasi tertinggi,
intensitas serangannya dapat mencapai 100% kehilangan hasil. Karena itu, hama
ini menarik perhatian para praktisi hama seluruh dunia untuk melakukan upaya
pengendalian, inventarisasi spesies, kisaran inang, dan pemetaan daerah sebaran
melalui survei suatu area atau wilayah.
Berbagai upaya pengendalian hama
lalat buah telah dilakukan antara lain: secara tradisional, kimiawi, umpan
protein, atraktan, maupun penggunaan teknik jantan mandul.Secara mekanis
dilakukan dengan cara membungkus buah antara lain dengan kantong plastic dan
daun kelapa. Alternatif pengendalian di Indonesia yang mempunyai prospek
dikembangkan adalah penggunaan protein, agen hayati dan atraktan (Iwashi et.al.,1999).
Gulma selalu ada
di sekitar tanaman budidaya, akan memberikan pengaruh pada tanaman yang
diusahakan, hal ini terjadi karena adanya saling interaksi antara tanaman
dengan gulma. Kehadiran gulma pada tanaman cabai akan menyebabkan rendahnya
produksi, baik secara kwalitatif maupun kwantitatif. Tingginya penurunan hasil panen yang
disebabkan gulma sangat bervariasi tergantung dari jenis tanaman utama. Gulma
dalamjumlah yang cukup banyak dan selamamasa pertumbuhan akan menyebabkan
kehilangan hasil secara total. Pengendalian gulma merupakan suatu hal yang
sangat penting (Moenandir, 1988).
Melihat
kenyataan di atas maka perlu diadakannya pengendalian hama lalat buah yang
dapat mengakibatkan kerugian yang sangat besar terhadap petani secara terpadu
dan ramah lingkungan. Dan penelitian tersebut dapat menjadi bahan pembelajaran
bagi Mahasiswa dan pemanfaatan sumber daya alam yang melimpah serta untuk
meminimalisir penggunaan pestisida yang meninggalkan residu pada tanaman dan
dapat membahayakan bagi kesehatan manusia jika tanaman atau buah tanaman
tersebut dikomsumsi.
1.2
PERMASALAHAN
1.2.1
Identifikasi Masalah
Pembuatan perangkap yang dikombinasikan dengan
warna, dan cendawan entomopatogen serta penggunaan mulsa pada pertanaman cabe
dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mempengaruhinya,
1.
Mudah dan
berlimpahnya bahan baku untuk pembuatan perangkap.
2.
Cendawan
entomopatogen di alam yang berlimpah.
3.
Terjadinya
perpaduan pengendalian hama secara terpadu.
1.2.2 Perumusan
Masalah
1.
Apakah
penggunaan perangkap lebih efektif dibandingkan dengan penggunaan pestisida.
2.
Apakah
aplikasi warna, ketinggian dan pemakaian cendawan entomopatogen efektif dalam
menekan serangan Hama Lalat Buah.
3.
Apakah
penggunaan mulsa pada area pertanaman cabe dapat menekan pertumbuhan mulsa dan
dapat membantu dalam menekan jumlah populsai Hama Lalat Buah.
1.3
TUJUAN
Penelitian ini
bertujuan untuk membuat suatu pengendalian hama secara terpadu dengan menguji
keefektifan Cendawan entomopatogen dalam mematikan hama Lalat buah . Dan
diharapkan dapat membantu petani untuk meningkatkan produktivitas tanaman
cabainya serta untuk meminimalisir penggunaan pestisida dalam pengendalian
hama.
1.4
KEGUNAAN
Secara
umum penelitian ini dilaksanakan sebagai bahan pembelajaran dan pengembangan
ilmu pengetahuan. Karena penelitian ini dilaksanakan di tengah-tengah
masyarakat petani cabai, maka diharapkan penggunaan perangkap yang
dikombinasikan dengan cendawan entomopatogen, warna dan ketinggian dapat
membuat petani melirik metode tersebut dan dapat beranjak meninggalkan
penggunaan pestisida yang berdampak negatif bagi lingkungan dan bagi kesehatan
manusia itu sendiri.
1.5
LUARAN
YANG DIHARAPKAN
Luaran dari penelitian ini adalah produk dan publikasi
yang akan dimuat dalam jurnal Nasional
yang terakrediitasi.
BAB
II. TINJAUAN PUSTAKA
Pada
tanaman cabai rawit, seringkali ditemukan buah yang rontok dan membusuk, baik
sebelum masak maupun yang sudah masak, kadang kala buah berwarna cokelat
kehitaman atau agak menguning dan pada bagian tertentu dari kulit buah cabai
ditemukan bintik hitam yang berukuran sangat kecil. Hal ini menandakan bahwa
buah cabai tersebut telah terserang oleh hama lalat buah.
Secara
ekonomis beberapa spesies lalat buah merupakan hama penting yang berasosiasi
dengan berbagai buah-buahan dan sayuran tropika. Lalat buah betina dewasa
meletakkan telur dengan menyucukkan ovipositor ke dalam buah cabai dan stadia
yang merusak buah adalah larva. Larva lalat buah berkembang di dalam buah
cabai, sehingga menyebabkan buah menjadi rusak. Kerusakan yang diakibatkan hama
ini akan menyebabkan gugurnya buah sebelum mencapai kematangan yang diinginkan,
sehingga produksi baik kualitas maupun kuantitasnya menurun. Kerugian akibat
serangan hama lalat buah berkisar antara 20–60% tergantung pada jenis
buah/sayuran, intensitas serangan dan kondisi iklim/musim.
Produksi
cabai (Capsicum spp.) segar dengan
tangkai tahun 2014 sebesar 1,075 juta ton. Dibandingkan tahun 2013, terjadi
kenaikan produksi sebesar 61,73 ribu ton (6,09 persen). Kenaikan ini disebabkan
oleh kenaikan produktivitas sebesar 0,19 ton per hektar (2,33 persen) dan
peningkatan luas panen sebesar 4,62 ribu hektar (3,73 persen) dibandingkan
tahun 2013 (Badan Pusat Statistik,2015).
Produksi
cabai rawit segar dengan tangkai tahun 2014 sebesar 0,800 juta ton.
Dibandingkan tahun 2013, terjadi kenaikan produksi sebesar 86,98 ribu ton
(12,19 persen). Kenaikan ini disebabkan oleh kenaikan produktivitas sebesar
0,23 ton per hektar (4,04 persen) dan peningkatan luas panen sebesar 9,76 ribu
hektar (7,80 persen) dibandingkan tahun 2013 (Badan Pusat Statistik,2015).
Lalat Buah (Bactrocera
spp.) merupakan salah satu hama pada tanaman cabai merah yang dapat
mengakibatkan penurunan produksi bahkan bisa sampai mengakibatkan gagal panen.
Pada umumnya petani cabai merah mengalami kesulitan dalam mengatasi serangan
lalat buah ini karena gejala dan kerusakan terlihat pada saat buah cabai
menjelang matang atau merah.
Lalat buah Bactrocera
spp. memiliki banyak tanaman inang alternatif jika tanaman utamanya sedang
tidak berbuah, tanaman alternatif lainnya seperti belimbing, mangga, nangka,
rambutan, melon, semangka, cabai, jeruk, jambu air, pisang susu dan pisang raja
sere (BPTP, 2007). Lalat buah Bactrocera spp. sering menyerang tanaman cabe
pada musim penghujan. Lalat buah biasanya akan mengincar buah yang mulai masak.
Lalat betina hinggap pada sasaran dan meletakkan telur dengan cara menusukkan
ovipositornya kedalam daging buah. Buah yang baru ditusuk akan sulit dikenali
karena hanya ditandai dengan titik hitam yang kecil sekali (Legiono, 2011).
Gejala awal serangan Bactrocera spp. ditunjukkan
dengan adanya noda hitam berukuran kecil. Bintik kecil yang berwama hitam
tersebut merupakan bekas tusukan ovipositor. Larva yang baru menetas langsung
memakan daging buah, akibat aktivitas larva ini menyebabkan bagian buah yang
ada disekitarnya menjadi bercak luas dan bertambah. Selanjutnya larva akan
memakan daging buah sehingga buah menjadi busuk dan gugur sebelum waktunya.
Kerusakan pada buah cabai yang diserang oleh imago lalat buah sangat
dipengaruhi oleh umur buah (Windusari, dkk., 2007). Pada umumnya populasi lalat
buah yang tinggi intensitas serangannya juga tinggi. Lalat buah betina
meletakkan telur pada kulit buah yang sudah matang atau setengah matang. Seekor
imago lalat buah betina meletakkan telur antara 1-10 butir di satu buah dan
dalam sehari mampu meletakkan telur sampai 40 butir (Pujiastuti, dkk. 2007).
Lalat buah biasanya menyerang tanaman cabai pada
waktu musim hujan. Lalat betina menusuk buah cabai dengan alat peletak telur
untuk menusukkan telurnya ke dalam daging buah cabai . Telur akan menetas dan
menjadi belatung yang memakan buah cabai tersebut. Apabila buah cabai terdapat
luka terdapat luka berupa titik tusukan dan kemudian di belah maka akan
terlihat biji-biji berwarna hitam, daging buah busuk dan ada belatung yang
merupakan larva lalat buah. Sehingga kemudian belatung akan keluar dengan
melentingkan diri dan masuk ke dalam tanah untuk berubah menjadi pupa dan
seterusnya menjadi lalat buah muda. Luka tusukan lalat buah dapat menyebabkan
masuknya infeksi sekunder berupa penyakit busuk buah, baik dari cendawan maupun
bakteri. Pada tingkat serangan parah, buah cabai banyak yang busuk dan rontok.
Lalat buah juga di kenal sebagai hama polifag (Prajnanta, 2007).
Cendawan entomopatogen merupakan salah satu jenis
bioinsektisida yang dapat digunakan untuk mengendalikan hama tanaman (Prayogo, 2006).
Cendawan entomopatogen termasuk dalam enam kelompok mikroorganisme yang dapat
dimanfaatkan sebagai bioinsektisida, yaitu cendawan, bakteri, virus, nematoda,
protozoa dan rickettsia (Santoso, 1993).
Cendawan entomopatogen sejauh ini telah dimanfaatkan
sebagai agens pengendali hayati dan bahan obat herba (Luangsa-ard et al. 2006).
Di Indonesia, agens hayati cendawan entomopatogen digunakan untuk mengendalikan
hama pada tanaman perkebunan (Sudarmaji, 1994).
Keuntungan penggunaan
cendawan entomopatogenik antara lain relatif aman, kapasitas reproduksi tinggi,
siklus hidup pendek, bersifat selektif, kompatibel dengan pengendalian lainnya,
relatif murah diproduksi dan kemungkinan menimbulkan resistensi hama yang amat
kecil atau lambat, dan dapat membentuk spora yang dapat bertahan lama, bahkan
dalam kondisi yang tidak menguntungkan sekalipun. Selain itu penggunaan
cendawan entomopatogen yang terdapat secara alami merupakan hal yang utama
dalam program pengendalian hama terpadu (PHT ) (Trizelia, 2005).
Pengurangan penggunaan pestisida di areal pertanian
menuntut tersedianya cara pengendalian lain yang aman dan ramah lingkungan,
diantaranya dengan memanfaatkan musuh alami, seperti cendawan entomopatogen,
serangga predator, dan parasitoid (Lembaga Pertanian Sehat, 2008).
Berdasarkan uraian di atas maka perlunya diadakan
penelitian lebih lanjut tentang Cendawan Entomopatogen yang dapat berperan
sebagai musuh alami bagi Hama Lalat Buah.
BAB III. METODE PELAKSANAAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu penelitian dilaksanakan
selama 5 bulan, dimulai dari bulan pertama hingga bulan akhir percobaan serta
penyusunan laporan lengkap.
Tempat percobaan penelitian
bertempat di lahan percobaan Teaching Farm dan di Laboratorium Teaching Farm
Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin, Makassar. Sedangkan untuk isolasi
cendawan serta pengaplikasian perangkap dan cendawan entomopatogen akan di
laksanakan di kebun percobaan Teaching Farm Fakultas Pertanian Universitas
Hasanuddin, Makassar.
3.4 Alat dan Bahan
Bahan
- bahan yang akan digunakan antara lain : Cendawan Fusarium sp, Cendawan Penicillium sp, Cendawan Paecilomyces
sp, Cendawan Metarhizium sp, kentang, gula pasir, agar- agar swallow,
aquades, chloramphenicol, map warna, plastik gula, pasir, larva Lalat Buah,
Pupa Lalat Buah, dan lain-lain.
Alat-alat
yang akan digunakan antara lain : cawan Petridis, cock bohrer, gelas plastic,
kain kasa, karet gelang, polibag, pipa paralon, hemocytometer, mikroskop, parang, gunting, meteran, ember kecil, spidol,
dan lain-lain.
3.5 Prosedur Penelitian
Penelitian
ini dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
Tahap
I : Persiapan bahan baku
Tahap
II : isolasi cendawan
Tahap
III : perbanyakan serangga uji
Tahap
IV : aplikasi cendawan entomopatogen
Tahap
V : Analisis data
Kultur
murni dari isolat cendawan entomopatogen
1.
tersebut secara terpisah akan dipebanyak
dengan menggunakan media PDA (Potato Dekstrose Agar).
2.
Setiap isolat akan diperbanyak dengan
menggunakan 20 cawan Petridis (berdiameter 9 cm) yang berisi 9 ml media PDA.
3.
Koloni perbanyakan cendawan dimulai
dengan mengambil potongan koloni cendawan dengan menggunakan kock borer
berdiameter 5 cm.
4.
Cawan petridis yang mengandung cendawan
tersebut disimpan dalam kotak kedap cahaya pada suhu ruangan (26 – 28 0C).
5.
Setelah koloni berumur sekitar satu
minggu, koloni siap dipikai dalam percobaan.
Perbanyakan
Serangga Uji
Dalam
percobaan ini, yang akan diuji adalah serangga dewasa (pupa ) dan larva dari
hama Lalat Buah ( Bactrocera Dorsalis).
1.
Untuk mendapatkan serangga dewasa, buah
cabai yang terinfeksi dikumpulkan dari lapangan kemudian dimasukkan kedalam
gelas plasti ukuran 220 ml yang berisi 20 ml pasir.
2.
Pada setiap gelas, lima buah diletakkan
diatas pasir lalu ditutup dengan kain kasa halus yang diikat dengan karet
gelang.
3.
Setelah lalat buah dewasa terbentuk,
lalat tersebut dipindahkan pada tanaman cabai yang ditanam pada polibak yang
sedang berbuah.
4.
Tanaman tersebut ditutup dengan kurungan
dari kain kasa.
5.
Setiap kurungan berisi satu tanaman.
6.
Pada
setiap tanaman dimasukkan sepuluh lalat buah dewasa.
Applikasi Cendawan Entomopatogen
1.
Setiap entomopatogen disuspensikan dalam
aquades steril dengan konsentrasi 104, 105, 106,
107, dan 108
konidia per millimeter.
2.
Konsentrasi konidia ditentukan dengan
hemocytometer.
3.
Setiap konsentrasi entomopatogen akan
diaplikasikan pada setiap lima tanaman dan setiap tanaman merupakan ulangan.
Analisis Data
Tingkat
virulensi dari setiap entomopatogen dianalisis dengan menggunakan analisis
probit untuk mengetahui konsentrasi efektifitas 50 % (EC50) dan
waktu efektif 50 % (ET50).
DAFTAR
PUSTAKA
Badan
Pusat Statistik. 2015. Produksi Cabai
Besar 1,075 Juta Ton, Cabai Rawit 0,8 Juta Ton, dan Bawang Merah 1,234 Juta Ton. “http://www.bps.go.id/brs/view/id/1168”.
Di akses pada tanggal 20
Oktober 2015 pukul 8.30 WITA
BPTP.
2007. Pengendalian Hama
dan Penyakit Cabai Merah. Balai Besar Pengkajian dan Pengembanan
Teknologi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Iwashi, O.T.S.S. Subazarand S. Sastrodihardjo.1996. Attractivenessof Methyl eugenol to fruit fly Bactocera carambolae (Diptera: Tephtritidae) in Indonesia. Ann. Entomol. Soc.Am.89(5):653-660.
Kementerian Pertanian Indonesia, 2010. Sumber Daya Alam . “http://www.indonesia.go.id/en/potential/natural-resources”. diakses pada hari Jum’at 16 Oktober 2015 pukul 20.27 WITA.
Lembaga
Pertanian Sehat DevelopUseful Innovation for Farmers, 2008. Virus Patogen Serangga :BioInsektisida Ramah
Lingkungan. http://www.pertanian
sehat.or.id/pilih=news&aksi=lihat&id=19. [diakses 29 Oktober 2015].
Mudjiono, G. Bambang Tri Rahardjo dan Toto Himawan, 1991. Hama-hama Penting Tanaman Pangan.Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang. Hal. 63 ñ 70.
Prajnanta,
F. 2007. Agribisnis Cabai Hibrida.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Pujiastuti,
dkk. 2007. Populasi dan Serangan Lalat
Buah Bactrocera dorsalis (Hendel) (Diptera: tephritidae) Serta Potensi
Parasitoidnya Pada Pertanaman Cabai (Capsicum annuum L.). Seminar Nasional
dan Kongres Ilmu Pengetahuan Wilayah Barat, Palembang, 3-5 Juni 2007.
Setiadi, 1990. Bertanam Cabai. Penebar Swadaya, Jakarta. Hal. 188.
Trizelia,
2005. Cendawan Entomopa-togen Beauveria bassiana (Bals) Vuil. (Deuteromycotyna:Hypo-mycetes). Keanekaragaman Genetik,
Karekteristik Fisiologi, danVirulensinya terhadapCrocido-lomia pavonana(F)
[disertasi].Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Komentar
Posting Komentar